Sukses

Saham Kapitalisasi Besar Angkat IHSG Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,16 persen menjadi 6.077 pada 10 Agustus 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan kenaikan pada pekan kedua Agustus 2018. Kenaikan IHSG didorong saham-saham kapitalisasi besar  masuk LQ45.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (11/8/2018), IHSG naik 1,16 persen dari posisi 6.007 pada 3 Agustus 2018 menjadi 6.077 pada 10 Agustus 2018.

Penguatan IHSG tersebut didorong saham-saham kapitalisasi besar yang masuk LQ45 dengan naik 1,36 persen.

Sementara itu, saham berkapitalisasi kecil turun 0,74 persen hingga Kamis pekan ini. Investor jual saham mencapai USD 50 juta atau sekitar Rp 725,92 miliar (asumsi kurs Rp 14.518 per dolar Amerika Serikat).

Sementara itu, indeks saham BINDO yang menunjukkan pasar obligasi naik 0,79 persen selama sepekan. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun menguat menjadi 7,69 persen. 

Rupiah bergerak di posisi 14.478 per dolar Amerika Serikat. Sedangkan di pasar obligasi, investor asing beli obligasi mencapai USD 58 juta atau sekitar Rp 842,16 miliar hingga Rabu.

Ada sejumlah sentimen internal dan eksternal selama sepekan yang bayangi pasar keuangan global termasuk IHSG.

Dari eksternal, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China masih pengaruhi pasar keuangan. AS akan mulai terapkan tariff 25 persen untuk impor barang China senilai USD 16 miliar mulai 23 Agustus 2018.

Selain itu, China akan terapkan tarif 25 persen untuk impor barang AS senilai USD 16 miliar.  Barang-barang yang kena tarif antara lain batu bara, alat kesehatan, mobil dan bus.

Dari Asia, Jepang laporkan pertumbuhan ekonomi mencapai 1,9 persen pada kuartal II 2018. Angka pertumbuhan tersebut di atas harapan analis 1,4 persen.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sentimen Internal

Dari internal, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa pada Juli 2018. Tercatat cadangan devisa turun USD 1,5 miliar menjadi USD 118,3 miliar dari periode Juni 2018 sebesar USD 119,8 miliar.

Hal itu didukung dari pembayaran utang dan stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di tengah pasar keuangan global yang tak pastik. Cadangan devisa tersebut cukup baik untuk biayai impor 6,9 bulan dan pembayaran utang.

Selain itu, rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 cukup mengejutkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,27 persen pada kuartal II 2018, dan tertinggi sejak kuartal IV 2013.

Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 itu didorong dari belanja swasta dan pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi swasta naik 5,14 persen secara year on year (YoY) dari periode kuartal I 2018 sebesar 4,95 persen.

Ini didukung dari pertumbuhan belanja pemerintah 5,26 persen pada kuartal II 2018 yang didukung dari penyaluran dana sosial sehingga dukung daya beli dan aktivitas pada Ramadan dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Di sisi lain, defisit transaksi berjalan lebih buruk dari yang diperkirakan. Defisit transaksi berjalan mencapai USD 8 miliar pada kuartal II 2018. Angka ini lebih tinggi dari konsensus USD 7,8 miliar. Defisit transaksi berjalan itu sekitar tiga persen dari produk domestik bruto (PDB).

Secara historis, defisit transaksi berjalan mencapai level tertinggi pada kuartal II 2018. Hal ini didukung permintaan dolar Amerika Serikat. Pada 2018 diperburuk karena aliran dana investor asing yang keluar.

Dalam lima tahun ini, defisit transaksi berjalan yang kurang baik terjadi pada kuartal II 2013 sebesar USD 10 miliar dan kuartal II 2014 sebesar USD 9 miliar.

Sentimen lainnya yaitu penerapan penerapan biodiesel 20 persen yang mulai September 2018. Kewajiban mencampur solar dengan biodiesel hanya berlaku untuk PLN dan KAI.

Pada September 2018, peraturan itu akan diterapkan untuk semua mesin diesel termasuk kendaraan umum, kendaraan pribadi dan kapal. Penerapan B20 akan turunkan impor solar dan Indonesia dapat hemat cadangan USD 3,4 miliar per tahun melalui program tersebut.

 

3 dari 3 halaman

Hal yang Dicermati ke Depan?

Lalu hal apa yang dicermati ke depan?

Ashmore menyoroti pemilihan umum (Pemilu). Pada hari ini, calon presiden dan calon wakil presiden mesti mendaftarkan di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Presiden Petahana Joko Widodo (Jokowi) memilih Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Di sisi lain, calon presiden Prabowo Subianto memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden (cawapres). Dua calon presiden merupakan calon sebelumnya pada 2014.

Pada pemilihan umum 2019 antara lain pemilihan presiden dan legislatif digelar pada hari sama yaitu 17 April 2019.

Presiden Jokowi memilih Ma’ruf Amin seorang tokoh agama yang memiliki latar belakang agama yang kuat. Ini berbeda dengan Jusuf Kalla yang memiliki hubungan bisnis yang kuat.

Namun pemilihan Ma’ruf Amin akan hilangkan ketegangan yang dapat memecah belah yang dilihat seja tahun lalu. Sejauh ini, investor positif terhadap pilihan Jokowi. Ini karena meningkatkan peluang menang.

Di sisi lain, Prabowo Subianto memilih Sandiaga Uno yang merupakan Wakil Gubernur Jakarta saat ini. Sandiaga bergabung dengan partai gerindra pada 2015. Namun, ia punya latar belakang bisnis yang kuat sebagai pendiri grup Saratoga. Ini adalah perubahan dari pemilu 2014 ketika Prabowo memilih Hatta Rajasa.

Selain itu, ada potensi lebih banyak partai politik yang calonkan diri untuk kursi legislatif dibandingkan 2014. Pada 2019, ada 16 partai yang terdaftar dan 12 partai yang terdaftar pada 2014.

Berdasarkan catatan Ashmore pada Pemilu 2004,2009, dan 2014, IHSG cenderung berakhir positif. Pada 2004, IHSG tumbuh 44,6 persen, 2009 sekitar 87 persen dan 2014 sebesar 22,3 persen.

Pada pemilu 2019 dibandingkan 2014 akan hadapi tema yang berbeda. Kemungkinan anggaran berubah untuk fokus ke pendidikan dan pembangunan manusia usai bangun infrastruktur. Hal ini mengingat belanja infrastruktur cukup besar dalam lima tahun terakhir akan ciptakan basis yang tinggi.

Ashmore akan tetap waspada dan berharap pemilu mendatang dengan asumsi pasar yang stabil dan fokus pada ekonomi makro. “Kami melihat kenaikan risiko di pasar saham menyambut 2019 namun tetap waspada terhadap kemungkinan perubahan dalam putaran pemilihan ini,” tulis Ashmore.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.