Sukses

Laporan Data Pekerjaan AS Bawa Wall Street Menguat

Tingkat pengangguran turun ke level terendah dalam 18 tahun, yang turut mempengaruhi Wall Street.

Liputan6.com, New York - Wall Street menguat pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta), dipicu laporan pekerjaan bulanan terbaru yang menunjukkan penguatan perekonomian AS dan meredanya ketegangan geopolitik antara AS dengan Korea Utara.

Melansir laman Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average naik 219,37 poin, atau 0,9 persen, menjadi 24.635,21. Sementara indeks S&P 500 .SPX naik 29,35 poin, atau 1,08 persen, menjadi 2,734.62 dan Nasdaq Composite bertambah 112,22 poin, atau 1,51 persen, menjadi 7.554,33.

Adapun saham teknologi memimpin kenaikan. Saham perusahaan besar seperti Apple (AAPL.O), Microsoft (MSFT.O) dan Alphabet (GOOGL.O) mengangkat indeks teknologi S & P 500 .SPLRCT ke rekor tertinggi.

Pasar antara lain dipengaruhi rilis data pemerintah yang menunjukkan bahwa pada bulan Mei terdapat kenaikan 223 ribu pekerjaan nonpertanian dan upah rata-rata per jam sebesar 0,3 persen. Ini melampaui perkiraan ekonom.

Sementara tingkat pengangguran turun ke level terendah dalam 18 tahun dari 3,8 persen. Data belanja konstruksi dan produksi industri juga menunjukkan percepatan pertumbuhan ekonomi.

Pasar saham turut dipengaruhi kondisi politik di Italia, yang menghilangkan risiko pemungutan suara ulang yang didominasi oleh perdebatan tentang apakah negara akan keluar dari Zona Euro.

Meredanya ketegangan geopolitik antara AS dan Korea Utara turut mempengaruhi pasar. Presiden AS Donald Trump mengumumkan dimulainya kembali rencana untuk pertemuan puncak dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni.

"Perekonomian Trump terus bekerja sangat, sangat baik. Ini menjadi kabar baik untuk pasar," kata Stephen Massocca, Wakil Presiden Senior di Wedbush Securities di San Francisco. 

Untuk minggu ini, indeks S&P naik 0,48 persen, Dow kehilangan 0,48 persen, dan Nasdaq naik 1,62 persen.

Dalam pandangan beberapa investor, data ekonomi yang kuat meningkatkan kemungkinan Federal Reserve menaikkan suku bunga sebanyak empat kali tahun ini. Kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga akan mengurangi pertumbuhan di masa depan telah mengirim saham AS jatuh beberapa kali pada tahun ini.

Meski demikian, investor masih terus mengawasi perkembangan perdagangan setelah Washington memberlakukan tarif impor produk baja dan aluminium dari Kanada, Meksiko dan Uni Eropa.

Kanada dan Meksiko membalas kenaikan impor baja dan aluminium AS terhadap produk-produk seperti wiski dan blue jeans.

Adapun volume perdagangan Wall Street kali ini, mencapai 7,04 miliar saham, lebih tinggi dibandingkan dengan 6,61 miliar rata-rata untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

AS Tabuh Genderang Perang Dagang Lagi, Wall Street Rontok

Wall street tumbang pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta) setelah Amerika Serikat (AS) mengenakan tarif impor logam kepada Kanada, Meksiko, dan Eropa. Perang dagang ini memicu aksi balas dendam dari negara tersebut.

Dilansir dari Reuters, Jumat (1/6/2018), indeks Dow Jones Industrial Average melorot 1,02 persen atau 251,94 poin ke level 24.415,84.

Sementara indeks saham S&P 500 kehilangan 18,74 poin atau 0,69 persen ke level 2.705,27, dan Nasdaq Composite turun 20,34 poin atau 0,27 persen ke level 7.442,12.

Adapun volume perdagangan di bursa saham AS tercatat sebesar 8,09 miliar saham.

Rontoknya bursa saham AS dipicu aksi perang dagang. Pada Kamis waktu setempat, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan tarif impor baja ditetapkan 25 persen dan 10 persen untuk tarif impor aluminium kepada Kanada, Meksiko, dan Eropa. Berlaku mulai Jumat ini.

Atas kebijakan tersebut, pemerintah Meksiko, Kanada melakukan pembalasan. Meksiko meresponnya dengan tarif untuk produk peternakan dan produk industri asal AS, serta membidik tarif atas kaki babi, apel, anggur, keju, serta baja AS.

Sedangkan Kanada akan memberlakukan tarif balasan atas USD 12,8 miliar ekspor AS dan melawan pungutan tarif impor baja dan aluminium yang didasarkan perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Gesekan antara AS dan mitra dagangnya telah mengguncang pasar keuangan sejak Maret lalu. Awalnya Presiden AS Donald Trump memutuskan pemberlakuan tarif impor logam. Masalah perdagangan ini membayangi data ekonomi AS karena menunjukkan pertumbuhan belanja konsumen lebih cepat.

"Ada ketidakpastian tambahan. Sekarang tidak hanya antara Amerika Serikat dan China, tapi Amerika Utara dan zona Eropa. Pasar akan lebih sensitif terhadap itu," Manajer di TD Ameritrade Shawn Cruz.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagai dalam pe

    Saham

  • Wall Street

Video Terkini