Sukses

Ditjen Pajak: Selebgram Harus Bayar Pajak

Ditjen Pajak menyatakan, pembayaran pajak oleh selebgram bukan hal baru dan tidak hanya fokus ke selebgram tetapi wajib pajak orang pribadi.

Liputan6.com, Jakarta - Pengakuan penyanyi Syahrini soal bayaran endorse atau promosi produk di akun Instagram pribadi sebesar Rp 100 juta untuk sekali unggah cukup menghebohkan. Selebgram atau selebritas Instagram saat ini disebut-sebut sebagai ladang bisnis menjanjikan dengan penghasilan fantastis.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan melihat fenomena selebgram sebagai potensi penerimaan pajak dari wajib pajak (WP) orang pribadi yang memperoleh penghasilan. Itu yang pertama.

"Kita bukan lihat namanya selebgram, tapi kita melihatnya dari sisi penghasilan," kata Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak, Yunirwansyah saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (12/10/2017).

Penghasilan, ia menuturkan, adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh WP dalam bentuk apa pun, baik dari dalam maupun luar negeri. Kedua, pengenaan pajak dengan melihat si penerima penghasilan, apakah masuk kategori subjek pajak atau tidak, memiliki pendapatan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau tidak.

"Penghasilannya apakah untuk iklan. Saya misalnya memakai nama artis terkenal, yang punya banyak pengikut di media sosial, maka penghasilan dianggap tambahan, padahal dia tidak melakukan apa-apa," Yunirwansyah mengatakan.

Dia menuturkan, pemajakan atas penghasilan selebgram bukanlah merupakan hal baru. Namun, karena istilah selebgram booming pada era media sosial sekarang ini, Yunirwansyah mengakui muncul kesan Ditjen Pajak menarik pajak baru bagi selebgram.

"Ini (pajak selebgram) bukan barang baru. Kita terjebak dari bungkusan karena sebenarnya sama saja dengan numpang iklan, tapi sekarang lewat media sosial. Karena orang itu terkenal di media sosial, makanya numpang atau meng-endorse dengan konsekuensi berani bayar mahal," jelas dia.

Yunirwansyah menampik jika saat ini Ditjen Pajak agresif memajaki selebgram demi mengejar penerimaan pajak. "Tidak diintesifkan atau fokus pada selebgram saja. Kita fokus ke semuanya karena memang penerimaan pajak dari WP orang pribadi harusnya sekarang lebih besar dari WP badan. Karena menerima penghasilan, maka harus dipajaki," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagaimana Perhitungan Pajak yang Harus Dibayar Selebgram?

Yunirwansyah menerangkan, sebuah perusahaan atau brand meminta seorang selebgram mempromosikan produknya di akun Instagram miliknya, maka atas penghasilan yang diperoleh langsung dipotong pajak 50 persen oleh perusahaan tersebut. Namun, bisa dikreditkan atau sebagai pengurang pajak.

Sebagai contoh, si A mendapat bayaran Rp 100 juta dari endorse produk. Maka ada daftar potong 50 persen dari Rp 100 juta, sehingga diperoleh Rp 50 juta. Sesuai Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), si A kena tarif pajak 5 persen.

"Kalau si A dapat penghasilan dari perusahaan yang sama dan perusahaan lain, maka penghasilannya digabung di SPT Tahunan PPh. Kalau totalnya lebih dari Rp 4,8 miliar, maka tidak boleh pakai Norma Perhitungan Penghasilan Netto (NPPN) 50 persen, karena dia wajib pembukuan. Tapi jika di bawah itu, bisa pakai norma 50 persen," jelas Yunirwansyah.

Akan tetapi, Yunirwansyah bilang, jika terus-menerus penghasilan selebgram berasal dari perusahaan atau brand yang sama, maka penghasilan digabung dan dikenakan tarif pajak berlapis.

"Misalnya Senin dapat Rp 50 juta, dikali 50 persen maka Rp 25 juta. Itu kena tarif 5 persen. Tapi besoknya lagi nerima Rp 150 juta, maka jadi Rp 200 juta dikalikan 50 persen sehingga didapat Rp 100 juta, lalu kena tarif pajak 15 persen," tuturnya.

"Sedangkan kalau penghasilan selebgram diterima dari perusahaan yang berbeda, maka perlakuannya seperti di awal karena mereka kan tidak tahu yang sebelumnya si A peroleh berapa," ujar Yunirwansyah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.