Sukses

Sri Mulyani Targetkan Jumlah Orang Miskin Berkurang di 2018

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memasang asumsi tingkat kemiskinan di kisaran 9-10 persen di 2018.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memasang asumsi tingkat kemiskinan di kisaran 9-10persen di 2018. Untuk menurunkan angka kemiskinan di bawah dobel digit pada tahun depan, pemerintah akan menggunakan kebijakan fiskal dan sektoral, salah satunya terus membangun infrastruktur.

Dalam Rapat Kerja antara Pemerintah dan Banggar DPR terkait Kerangka Ekonomi Makro (KEM) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, Sri Mulyani memaparkan asumsi pertumbuhan ekonomi berkisar 5,4 persen-6,1 persen atau lebih tinggi dari outlook realisasi pemerintah 5,2 persen di 2017.

Dengan postur asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut, tingkat pengangguran diprediksi berkisar 5,1 persen-5,4 persen di 2018 atau lebih rendah dari outlook realisasi 5,5 persen di 2017.

"Kita harap Indonesia bisa mencapai angka kemiskinan di bawah dobel digit di kisaran 9,0 persen-10,0 persen di 2018. Outlook realisasi di tahun ini diperkirakan 10,4 persen," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Selasa (6/6/2017).

Sementara rasio gini atau tingkat kesenjangan dari outlook realisasi 0,39 di 2017, diharapkan bisa turun menjadi 0,38 persen di tahun depan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari perkiraan 75,7 persen atau lebih baik menjadi 71,38 persen di 2018.

"Ini adalah tantangan kita untuk memperbaiki kualitas dari kemampuan kebijakan fiskal dan sektoral. Jangan sampai pendapatan per kapita naik, tapi indeks kualitas manusia tidak meningkat secepat pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Pertumbuhan ekonomi ke depan, tambah Sri Mulyani, akan fokus pada penurunan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan. Sebab diakuinya, dalam 10 tahun terakhir, ekonomi Indonesia rata-rata bertumbuh 5,64 persen. Namun kemampuan untuk menurunkan angka kemiskinan makin melambat.

"Pada 2010-2012, sebesar 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu mengurangi 0,116 kemiskinan. Kemudian jumlahnya merosot menjadi 0,059 kemiskinan pada 2013-2016. Jadi 1 persen pertumbuhan ekonomi tidak menurunkan kemiskinan secepat tahun-tahun sebelumnya," kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Sri Mulyani menuturkan, perlambatan menurunnya tingkat kemiskinan di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya investasi pemerintah membangun infrastruktur dalam jangka pendek tidak berdampak signifikan menyusutkan jumlah orang miskin.

"Tapi dalam jangka menengah-panjang, pasti akan berpengaruh mengurangi kemiskinan dan kesenjangan. Makanya dalam desain kebijakan fiskal harus mengejar ketertinggalan infrastruktur yang diimbangi belanja sosial. Karena kemiskinan dan kesenjangan adalah tantangan paling besar dari desain kebijakan fiskal kita," paparnya.

Pemerintah, sambung Sri Mulyani tidak berharap pertumbuhan ekonomi maupun dampak infrastruktur yang dibangun hanya dinikmati kelompok masyarakat menengah ke atas dibandingkan 40 persen masyarakat terbawah. Kebijakan fiskal harus diarahkan pada perlindungan 40 persen masyarakat terbawah.

"Kita harapkan tidak hanya dari sisi belanja, tapi juga perpajakan untuk mengurangi ketimpangan. Negara yang punya pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan yang tinggi bisa mengakibatkan pertumbuhan terkoreksi. Dan ke depan bisa menjadi penghalang pertumbuhan ekonomi," tandas Sri Mulyani.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.