Sukses

Rupiah Melempem, LPS Sebut RI Masih Beruntung

Konsumsi domestik diperkirakan tetap bertumbuh meski mengalami perlambatan.

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini hingga menembus angka Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) mendapat perhatian dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Namun LPS menilai bahwa Indonesia masih beruntung dalam beberapa hal dibanding negara lain.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan, Kartika Wirjoatmodjo, menggambarkan dalam rentan lima tahun ke belakang atau medio 2008 hingga 2013, Indonesia kebanjiran dana masuk dari luar negeri sehingga pasokan dolar Amerika Serikat (AS) berlimpah karena ada kebijakan Quantitative Easing (QE).

"Saat itu rupiah kita menguat sampai menyentuh level Rp 9.500 per dolar AS. Namun kondisi ini justru membuat industri kita nggak bisa berkembang. Nah kalau dolar AS yang tinggi, ekspor lebih kompetitif ke depan," terang dia di Jakarta, Kamis (26/6/2014) malam.

Namun di balik musibah merosotnya nilai tukar rupiah, Kartika menyebut ada tiga hal yang membuat Indonesia masih dalam kategori beruntung, antara lain, pertama, investasi asing (foreign direct investment/FDI) sangat kuat masuk ke Indonesia.

"FDI tahun ini diperkirakan naik, dan tahun lalu malah bertumbuh. Apalagi jika pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) berjalan aman, maka nggak ada alasan investasi riil dan FDI kita berkurang," ucapnya.

Indonesia, tambah dia, juga diuntungkan dari konflik yang terjadi di Ukraina dan Thailand sehingga banyak investor yang justru berbelok menanamkan modalnya di Tanah Air.

Kartika bilang, surat utang jangka panjang (bond) Indonesia sangat banyak dibeli oleh investor asing. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan diri investor terhadap negara ini masih sangat tinggi.

"Makanya harus dijaga, dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi para calon presiden untuk menjaga iklim investasi di Indonesia. Sehingga jangan sampai hilang investor yang sudah mau masuk ke sini," jelasnya.

Hal kedua, kata dia, konsumsi domestik diperkirakan akan tetap bertumbuh meski mengalami perlambatan. Kondisi tersebut ditopang oleh meningkatkan jumlah populasi kelas menengah.

"Dan hal ketiga adalah kredibilitas fiskal moneter di kita masih dianggap baik. Bank Indonesia menjaga tingkat suku bunga (BI Rate) supaya perbankan tak lagi overheating (kepanasan). Sebab krisis bisa masuk dari mata uang, Non Performing Loan (NPL) dan lainnya," tandas Kartika. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini