Sukses

Politikus, ilmuwan, penulis. Duta Besar Indonesia untuk Jepang. Tulisannya banyak berkisar pada masalah ekonomi, politik, pertahanan.

Berita Terkini

Lihat Semua

DR. Yusron Ihza Mahendra LLM. lahir di Lalang, Manggar, Belitung Timur pada tanggal 6 Februari 1958. Yusron merupakan putra dari pasangan Idris Haji Zainal Abidin dan Nursiha Sandon. Keluarga dari pihak ayahnya berasal dari Johor, Malaysia. Kakek buyutnya, Haji Thaib, merupakan seorang bangsawan Kesultanan Johor. Keluarga ayahnya telah menetap di Belitung sejak awal abad ke-19. Sedangkan ibunya berasal dari Aie Tabik, Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada abad ke-19, neneknya pergi merantau dari Minangkabau dan menetap di Belitung.

Perjalanan Karir

Yusron menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di Manggar, Belitung Timur. Setelah menyelesaikan studinya di Belitung, Yusron kemudian merantau ke Jakarta untuk menimba ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Depok.

Pada tahun 1986 Yusron lulus dari Univesitas Indonesia dan mendapatkan gelar sarjana Ilmu Sosial. Tak lama kemudian, Yusron langsung melanjutkan studi pasca sarjananya di universitas yang sama dan pada tahun 1990 dia memperoleh gelar S2. Telah memperoleh dua gelar dari universitas terkemuka di Indonesia tak membuat seorang Yusron Ihza merasa cukup akan ilmu. Beberapa tahun kemudian, Yusron memutuskan pergi ke Jepang untuk memenuhi hasrat yang begitu besar akan pengetahuan. Yusron menetap di negeri Sakura selama kurang lebih 13 tahun untuk menyelesaikan gelar master bidang hukum dan doktor bidang ekonomi politik di Universitas Tsukuba Jepang.

Menggemparkan Jepang

Selama di Jepang, Yusron bukanlah mahasiswa yang biasa. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai aktivitas yang menunjukkan eksistensinya di antaranya dia pernah menjadi koresponden kompas untuk Tokyo selama tujuh tahun, menjadi peneliti pada Tsukuba Advanced Research Alliance, menjadi dosen di Nihon University, Jepang, serta sebagai Konsultan Politik Departemen Kehakiman Jepang. Yang paling membanggakan adalah ketika disertasi doktoral Yusron Ihza berhasil menciptakan prestasi fenomenal dengan mengalahkan teori Flying Geese Model dari Profesor kenamaan Jepang yang di elu-elukan bank Dunia.

Prestasi tersebut semakin menggemparkan Jepang ketika dia berhasil membuka mata para pendukung paham keajaiban ekonomi asia dengan disertasinya yang mengungkapkan tentang kebenaran saat ekonomi Asia luluh lantak akibat krisis moneter. Prestasi membanggakan tersebut bisa disaksikan di Museum Nasional Jepang tempat dimana salinan disertasi Dr. Yusron Ihza, LLM tersimpan.

Sekembalinya Yusron ke Indonesia, di tahun 2000, bersama kakaknya Yusril Ihza, dia mendirikan firma hukum Ihza & Ihza. Dalam perjalanan karirnya, ia dipercaya menjadi Penasehat khusus Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Bidang Kerjasama Ekonomi Asia Timur (2002-2003) seperti telah disebut sebelumnya. Dalam bidang politik, Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (2004-2009), yaitu Komisi yang menangani isu-isu politik luar negeri dan pertahanan.

Dalam masa bakti di atas, Yusron terlibat aktif dalam proses ratifikasi Piagam ASEAN yang nyaris gagal (2008), yang menjadi dasar dan titik awal pembentukan Perutusan Tetap ASEAN di Jakarta sekarang ini. Dubes Yusron juga turut berperan besar dalam reformasi sektor pertahanan dan keamanan Indonesia dengan membentuk Tim Pengkaji Alutsista (alat utama sistem persenjataan) Indonesia.

Semasa menjadi anggota DPR, dunia Internasional mengamanatkannya jabatan Ketua Liga Parlemen Indonesia-Jepang Tahun 2009. Pada tahun 2012, ketua DPP Partai Bulan Bintang periode 2005-2010 ini, bertekad untuk ikut meramaikan bursa pemilihan kepala daerah dengan mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Periode 2012-2017. Namun sayangnya, dia gagal menjadi Gubernur.

Duta Besar Jepang

Yusron Ihza Mahendra dilantik sebagai Duta Besar (Dubes) Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Kerajaan Jepang merangkap Federasi Mikronesia oleh Presiden Republik Indonesia, tanggal 24 Desember 2013. Ia memulai hari kerjanya yang pertama di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo pada tanggal 27 Januari 2014 dan menyerahkan Surat Kepercayaan (Letter of Credentials) kepada Kaisar Akihito pada 24 Februari 2014, atau kurang dari satu bulan sejak hari kerjanya yang pertama tadi.

Putra asli Bangka Belitung yang fasih berbahasa Jepang ini juga berkesempatan menjadi koresponden (dan akhirnya Kepala Perwakilan) salah satu Harian terkemuka Indonesia (1995-2000) untuk wilayah peliputan Jepang. Pengalaman sebagai wartawan membawanya berkenalan dengan para politisi, para petinggi, dan para pejabat penting pemerintahan Jepang, serta membuatnya berhadapan langsung dengan berbagai kejadian penting di Jepang. Termasuk di dalamnya, adalah Gempa Bumi Besar Kobe tahun 1995.

Saat gempa di atas, Dubes Yusron terjun langsung ke daerah bencana dan meliput secara mendalam peristiwa Gempa Bumi Besar Kota Kobe, satu hal yang menimbulkan kesan tersendiri pada diri mantan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia-Jepang ini. Setiap peringatan Gempa Besar Kobe dalam tahun-tahun berikutnya, Ia selalu menulis dalam kolom khusus edisi peringatan bencana gempa Kobe yang diterbitkan di salah satu harian terkemuka Indonesia. Sebagai wartawan, Dubes Yusron tidak hanya menulis berita tentang Jepang, melainkan juga menulis feature-feature yang bersifat memperkenalkan budaya, pendidikan, serta kehidupan masyarakat Jepang kepada masyarakat Indoesia.

Sebagai Dubes RI di Jepang, Dubes Yusron berkeinginan memajukan sektor pertanian dan sektor pangan Indonesia agar dapat menembus pasar Jepang dan juga meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan. “Negara kuat dan rakyat makmur“ adalah cita-cita Dubes Yusron. Karena itu, tidak mengherankan jika semasa menjabat sebagai anggota parlemen, Ia lantang menyuarakan ide untuk menjadikan industri pertahanan sebagai lokomotif untuk menarik gerbong perekonominan nasional.

Lahir di Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, tahun 1958, suami Dr. Dewi Lusiana, MBA ini aktif mendiskusikan masalah-masalah ekonomi. Bahkan, saat-saat di meja makan sekalipun. Di luar kesibukan memimpin KBRI Tokyo, Dubes Yusron menikmati waktu luangnya dengan membaca karya-karya sastra, menulis, dan menikmati musik. Ia mencintai benda-benda seni, antara lain bonsai dan suiseki. Dia juga merupakan kolektor pipa, alat merokok yang makin hari semakin langka dan ditinggalkan orang.

Perseteruan dengan Ahok

Di tahun 2016,Yusron terkena masalah karena cuitannya ditwitter yang dianggap menghina Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dalam cuitan Yusron melalui Twitter, Yusron mengomentari sebuah berita yang mengatakan tokoh militer Suryo Prabowo menasihati Ahok agar hati-hati menghadapi Pilkada 2017. Suryo sempat mengatakan jika Ahok sayang etnis China maka diminta untuk tidak sok jago saat berkuasa. Sikap Ahok dinilai dapat membawa petaka bagi masyarakat China yang tak dapat kabur ke luar negeri jika terjadi kerusuhan.

Yusron mengamini ucapan Suryo Prabowo. Yusron mengatakan lewat cuitan, "Nasihat jenderal bintang tiga ini patut direnungkan. Maka mohon Ahok tidak arogan memerintah. kasihan dengan China miskin, baik, dan tidak salah jika mereka jadi korban."

Ahok tak terima. "Kalau saya gubernur, saya kasih (program), masyarakat percaya kan dapat suara, kalau jual agama kan pengecut dan menghina Tuhan."

Ahok pun mengkritik Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menempatkan Yusron pada posisi strategis sebagai representasi Indonesia. "Bu Retno Menlu kalau punya Dubes kaya gini ini bukan Indonesia. Jangan taruh orang yang mau ubah Pancasila sila pertama. Orang PBB pengen ubah Pancasila itu masalah," kata Ahok.