Sukses

Dilema Tiro, GAM, dan Swedia

Hassan Tiro wajib diburu sebagai syarat utama menuntaskan konflik Aceh. Pemerintah akan membeberkan bukti keterlibatan Tiro dalam teror dan separatisme di Indonesia kepada Swedia.

Liputan6.com, Jakarta: Dia Tengku Hassan di Tiro, warga Aceh yang kini menetap dan menjadi warga negara Swedia. Berusia uzur, namun menjadi biang kerok yang merepotkan pemerintah lebih dari 20 tahun. Soalnya, dari Swedia, Hassan memimpin Gerakan Aceh Merdeka, kelompok separatis yang berupaya melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI. Itulah sebabnya, pemerintah meminta Swedia menindak Hassan Tiro yang dinilai terlibat dalam serangkaian aksi teror di Indonesia. Pemerintah Swedia berpendapat lain. Mereka mengaku tak punya cukup bukti untuk menghukum Hasan sehingga tak satu undang-undang setempat pun yang bisa dipakai untuk menjeratnya. Tim khusus pemerintah buat menangani kasus ini pun dibentuk. Dalam pekan ini, mereka akan terbang ke Swedia buat memberikan bukti keterlibatan Hasan Tiro dalam aksi teror di Indonesia.

Sejauhmana tim khusus pemerintah mampu membeberkan bukti keterlibatan Hasan Tiro dan bagaimana peluang Indonesia menjerat Hassan Tiro? SCTV berupaya membedah hal itu dalam Dialog Khusus bertajuk "Memburu Hassan Tiro di Swedia", Rabu (4/6) malam. Dipandu reporter SCTV Nunung Setiyani, hadir di studio pengamat politik Fachry Ahli, Omar Halim, pengamat internasional Hikmahanto Juwana, Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Edward Aritonang serta di ujung telepon ada mantan Panglima Operasi GAM Teungku Amri bin Abdul Wahab. Mereka diberi kesempatan menyatakan pendapatnya, masing-masing dalam segmen terpisah.

Sosok Hassan Tiro, bagi warga Aceh, memang begitu mempesona, seolah menjadi juru selamat yang mampu membebaskan Aceh dan membawanya kepada kemajuan. Dia mengaku sebagai keturunan ketiga Tengku Sheikh Muhammad Saman--penerus perjuangan Tengku Cik di Tiro melawan kolonial Belanda. Hassan Tiro juga mengklaim dirinya sebagai Wali Negara Atjeh. Namun, menurut pengamat politik Fachry Ali, Hassan Tiro tak lebih dari seorang oportunis. Kerap menipu dan feodal. Dalam sebuah kisah yang dituturkan Panglima Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Hasan Saleh, Fachry mengutip, Pemimpin DI/TII Daud Beureuh pernah memerintahkan Hassan Tiro buat membeli senjata untuk kepentingan DI/TII. Untuk itu, Hassan Tiro diberi uang Rp 1 juta plus US$ 100 ribu. "Tapi senjata itu tak pernah sampai," kata Fachry.

Dalam versi lain diceritakan bahwa saat kuliah di Universitas Columbia, Amerika Serikat, era 1950-an, Hassan yang juga bekas Kepala Bagian Riset Konsulat Jenderal RI di New York, AS, itu selalu memberi angin pada pemimpin DI/TII dengan mengatakan dirinya mempunyai kontak internasional. Ujung-ujungnya, dia meminta uang buat membeli senjata. Tak tanggung-tanggung, sejak 1959 hingga 1961, duit mengucur deras dari DI/TII ke kantong Hassan Tiro. Jika ditagih, Hassan Tiro selalu mengatakan, senjata akan segera tiba. Dan, ternyata, itu tak pernah terbukti.

Bagi pemerintah, Hassan Tiro wajib diburu sebagai syarat utama dalam menuntaskan konflik di Aceh. Sebab, meski tinggal di luar negeri, dia membawahi sayap politik dan militer GAM. Mulutnya adalah perintah yang bakal dilaksanakan anggota GAM di lapangan. Dia pantang mendengar anak buahnya menjawab perintahnya dengan kalimat "Insya Allah". Baginya, kalimat itu tak lebih jawaban orang malas. Dalam dialog di kesempatan terpisah yang juga ditayangkan malam tadi, ketua tim khusus ke Swedia Ali Alatas mengatakan bahwa misi kali ini adalah meyakinkan pemerintah Swedia bahwa Hassan Tiro memang terlibat dalam perbuatan makar dan aksi teror di Indonesia. Untuk itu, tim khusus bakal membeberkan seluruh bukti-bukti yang dimiliki berkaitan tuduhan terhadap Hassan Tiro.

Pemerintah juga beranggapan, membekuk Hassan Tiro bisa memutuskan rantai komando GAM. Menurut Omar Halim, Direktur Eksekutif Pusat Kerja Sama Teknis Selatan-Selatan (CSSTC) GNB, Hassan Tiro dan sejumlah warga Aceh di Swedia mengatur pergerakan di Aceh. "Kita harus memutus rantai itu. Karena itu kita juga harus minta pemerintah Swedia agar warganya tak mempengaruhi pergerakan di Aceh. Saat ini, pemerintah Swedia nampaknya sudah merespons permintaan kita," kata Omar Halim.

Tentang rantai komando GAM, mantan Panglima Operasi Militer GAM Teungku Amri bin Abdul Wahab mengatakan, Hassan Tiro memang pemimpin tertinggi GAM. Dia membentuk sebuah komite sebagai pelaksana di lapangan dalam sebuah kesempatan di Norwegia pada 2002. Saat itu, dia mengangkat Malik Mahmud dan dokter Zaini Abdullah, masing-masing sebagai Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri GAM.

Lewat jalur yang dibentuk di Norwegia, Hassan Tiro memerintahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan politik dan militer kepada Malik Mahmud. Yang diberi perintah langsung meneruskannya kepada Zakaria Saman, warga Swedia yang juga petinggi GAM, namun tinggal di Thailand. Saman kemudian meneruskan perintah yang berkaitan dengan politik ke panglima-panglima GAM di lapangan. "Dulu sebagai penghubung di Aceh, Saya sering mendapat arahan-arahan politik dari Saman. Tapi sekarang mungkin Ibrahim Sofyan Tiba," kata Teungku Amri bin Abdul Wahab.

Sementara yang menyangkut militer, Saman langsung memerintahkan kepada Panglima Tertinggi Militer GAM Muzakir Manaf, Juri Bicara Militer GAM Sofyan Dawood, Panglima Operasi GAM dan Wakilnya Ridwan. "Saman memberi perintah langsung lewat telepon," Teungku Amri melanjutkan. Menurut dia, tak semua perintah bisa langsung dilaksanakan. Ada kalanya perintah Saman ditanggapi pro-kontra oleh panglima GAM di lapangan. Kalau sudah begitu, panglima yang bersangkutan akan bertanya langsung ke Saman atau Mahmud.

Teungku Amri juga mengatakan, Hassan Tiro juga tak pantang kekerasan. Jika terdesak, dia menghalalkan panglima GAM melakukan kekerasan dan teror. "Biasanya perusakan fasilitas umum, seperti membakar sekolah. Juga membumihanguskan fasilitas pemerintahan. Saya pernah mendengar sendiri [perintah Saman agar GAM membakar sekolah]," kata Teungku Amri. Perusakan itu tak cuma di Aceh. Menurut Teungku Amri, dia pernah mendengar Sofyan Dawood dan Manaf memerintahkan anggota GAM merusak fasilitas di luar Aceh, seperti di Jakarta. Perintah itu, menurut Tengku Amri, sudah menyimpang dari tujuan semula GAM. Makanya, kemudian dia memutuskan keluar dari GAM dan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. "Saya pernah ingat, Zakaria Saman dan Malik Mahmud menyuruh membakar sekolah. Jadi 400 lebih sekolah yang dibakar itu pelakunya GAM," Teungku Amri menegaskan.

Kini, pemerintah, lewat tim khusus, mengaku akan membeberkan banyak bukti kepada pemerintah Swedia tentang keterlibatan Hassan Tiro dalam serangkaian teror dan separatisme di Indonesia. Menurut Edward Aritonang, bukti-bukti tersebut sudah diuji secara hukum. Di antaranya tentang kasus peledakan di Medan, Bursa Efek Jakarta, Mal Cijantung, Atrium Senen, serta Kedubes Malaysia. Sementara di Aceh, bukti-bukti yang dimiliki, sebagai contoh, kasus pembunuhan anggota DPRD setempat.

Namun, menurut Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana, untuk menjerat Hassan Tiro, sebenarnya bisa dilakukan membeberkan bukti-bukti kepada pemerintah Swedia bahwa yang bersangkutan melakukan kegiatan separatisme dengan kekerasan di Indonesia, sesuai UU yang berlaku di sana. Soalnya, jika cuma tuduhan plus bukti bahwa Hassan Tiro ingin memerdekakan Aceh, menurut Juwana, tak kuat. "Nantinya, kita juga perlu mengetahui, pasal apa yang bakal dilancarkan penegak hukum di sana buat Hassan Tiro. Jadi bukti yang dibawa dengan pasalnya sesuai. Jangan sampai salah," Juwana mengingatkan. Selanjutnya, dia menambahkan, khusus menyangkut tuduhan terorisme, pemerintah bisa mengadukan sangkaan itu kepada Counter Terorism Committee, sebuah organisasi yang bernaung di PBB.(SID)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.