Sukses

<EM>Outsourcing</EM> Harus Diatur Lewat Perpres

Lembaga kajian publik Sabang-Merauke Circle (SMC) mengusulkan pemerintah segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 17 Januari 2012 tentang penghapusan “outsourcing” atau sistem kerja kontrak bagi buruh/pekerja melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Liputan6.com, Jakarta: Lembaga kajian publik Sabang-Merauke Circle (SMC) mengusulkan pemerintah segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 17 Januari 2012 tentang penghapusan outsourcing atau sistem kerja kontrak bagi buruh/pekerja melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Putusan MK itu menetapkan pemberlakukan outsourcing berlawanan dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2), yang menyatakan setiap warga negara mempunyai hak sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.
 
Demikian diungkapkan Ketua Dewan Direktur SMC Syahganda Nainggolan, lewat surat elektroniknya kepada Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (2/5). . Menurutnya, isu penghapusan outsourcing mendapat perhatian utama dari aksi puluhan ribu buruh, yang hari ini melakukan peringatan Hari Buruh se-Dunia (Mayday) di berbagai tempat utamanya Jakarta, Selasa (1/5).
 
“Praktik outsourcing jelas tidak manusiawi dan melemahkan keberadaan buruh atau pekerja, selain tidak menjamin masa depan sekaligus mengabaikan hak-hak dasarnya untuk hidup layak,” ujarnya.  Dengan menggunakan Perpres, katanya, kekuatan peraturan yang menghapus pola outsourcing akan sangat kuat untuk dipatuhi semua kalangan, sehingga tidak bisa seenaknya dipermainkan apalagi digugurkan.
 
Pada bagian lain, Syahganda mengapresiasi langkah Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang menaikkan batas tidak dikenakan pajak terkait penghasilan pekerja sampai Rp 2 juta per bulan. Namun demikian, langkah itu dinilai belum tergolong memadai jika diukur adanya kebutuhan di tengah masyarakat saat ini.
 
“Pemerintah bahkan seharusnya menaikkan batasnya sampai penghasilan antara Rp4-5 juta, agar betul-betul mencapai taraf kehidupan yang ril,” tegas mantan Ketua Umum Perhimpunan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) '98 ini.
 
Ia juga menambahkan, dari sisi fiskal pemerintah perlu meningkatkan alokasi pembiayaan kesejahteraan buruh baik melalui pengadaan perumahan maupun menjamin terpenuhinya biaya kenaikan tingkat pendidikan yang dihadapi keluarga buruh.  Termasuk, lanjut Syahganda, mekanisme intensif pajak wajar dijadikan sebagai instrumen terhadap dunia usaha, dengan mengurangi pajak perusahaan yang mampu menaikkan kesejahteraan buruhnya.(ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini