Sukses

Wiranto Minta KPK Tunda Proses Hukum Peserta Pilkada Korup, Ini Kata JK

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto meminta KPK menunda pengumuman dan proses hukum terhadap peserta Pilkada 2018 yang terjerat kasus korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda pengumuman dan proses hukum terhadap peserta Pilkada 2018 yang terjerat kasus korupsi. Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan pemerintah dan KPK perlu bertemu untuk mencari kesepakatan.

"Ya namanya permintaan jadi saya bilang dua pandangan yang tentu harus disepakati," kata JK di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Menurut dia, setelah duduk bersama, baru dapat diputuskan perlu atau tidak penetapan tersangka itu diumumkan KPK. Terlebih, hal ini berkaitan dengan stabilitas negara.

"Ini masalah yang nanti dibicarakan antara di KPK. Kalau penyelidikan mungkin bisa ditindak, tapi kalau OTT ya hari ini di OTT hari itu kena. Karena itu saya bilang masalahnya itu OTT. Kalau OTT kan tidak bisa ditunda-tunda," tegas JK. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata KPK

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan tak akan mengikuti saran pemerintah untuk menunda penetapan tersangka terhadap calon kepala daerah di Pilkada 2018.

Ia menyarankan, pemerintah sebaiknya menyiapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pergantian calon kepala daerah yang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi.

"Daripada harus menghentikan proses hukum yang sudah memiliki bukti cukup pada peristiwa pidananya," ujar Saut saat dikonfirmasi, Selasa (13/3/2018).

Ia menyatakan tetap akan mengumumkan penetapan tersangka terhadap calon kepala daerah dalam waktu dekat. Apalagi, kecukupan alat bukti sudah dikantongi KPK untuk menjerat para calon kepala daerah.

Apalagi, indeks persepsi korupsi (IPK) di Tanah Air terbilang diam di tempat. Indonesia memiliki IPK 37 dari nilai tertinggi 100.

"Yang begitu tak baik buat angka indeks persepsi korupsi Indonesia yang saat ini masih jalan di tempat," kata Saut.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.