Sukses

Pemuda Muhammadiyah: Donald Trump Provokasi Lahirkan Radikalisme

Tindakan Donald Trump, kata Dahnil, menunjukkan bahwa AS sama sekali tak berkomitmen untuk menjaga perdamaian dunia.

Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang menyampaikan protes keras terhadap Amerika Serikat karena memutuskan mendirikan Kedutaan Besar AS di Yerusalem.

Hal ini, menurut Ketua Umum Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak justru bisa berdampak pada stabilitas dunia dan meningkatkan eskalasi konflik di Palestina-Israel. Bahkan mendorong konflik lebih besar di Timur Tengah.

"Bagi kami, apa yang dilakukan oleh AS adalah provokasi untuk melahirkan konflik, terorisme, radikalisme yang lebih besar di Timur Tengah," ujar Dahnil di Jakarta, Kamis (7/12/2017).

Tindakan Donald Trump, kata Dahnil, menunjukkan bahwa AS sama sekali tak berkomitmen untuk menjaga perdamaian dunia. Justru, kata dia, menjadi produsen provokasi konflik di Timur Tengah, bahkan belahan dunia lainnya melalui tindakan mendirikan kedutaan besar di Yerusalem.

"Terang Amerika Serikat saat ini tidak merawat komitmen perdamaian dunia, bahkan justru terus menjadi provokator konflik-konflik lebih besar terjadi, tindakan AS tersebut memperkuat asumsi bahwa Amerika Serikatlah sesungguhnya produsen radikalisme dan terorisme," kata dia.

Oleh sebab itu, dengan posisi diplomasi Indonesia yang relatif bisa diterima oleh banyak negara, penting untuk Indonesia menghimpun kekuatan dunia mendesak AS menghentikan tindakan bodoh yang bisa mengakibatkan konflik Israel-Palestina lebih besar.

"Memprovokasi konflik meluas di Timur Tengah bahkan di negara-negara lain karena sentimen Palestina vs Israel, yang kemudian bisa memprovokasi lahirnya tindakan-tindakan radikalis dibanyak tempat," tandas Dahnil.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Donald Trump Resmi Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu waktu Washington secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusannya tersebut "bertentangan" dengan kebijakan luar negeri AS yang telah berjalan selama tujuh dekade.

Pengumuman Trump sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan," ujar Trump saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, seperti dimuat dalam New York Times.

Selama tujuh dekade, AS bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948. Sementara, menurut Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak "tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina".

"Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik," ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.

Pengakuan terhadap Yerusalem, menurut Trump, adalah "sebuah langkah terlambat untuk memajukan proses perdamaian".

Trump sebelumnya telah bersumpah akan menjadi perantara "kesepakatan akhir" antara Israel dan Palestina. Terkait hal ini, ia menegaskan bahwa dirinya tetap berkomitmen untuk melakukan hal tersebut mengingat "itu sangat penting bagi Israel dan Palestina".

Ayah lima anak itu mengatakan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak seharusnya ditafsirkan bahwa AS mengambil posisi tertentu atau bagaimana kota itu akan dibagi.

Sebagai gantinya, Trump menekankan dimensi politik dalam negeri atas keputusannya tersebut. Ia mengatakan bahwa dalam kampanye Pilpres 2016, ia telah berjanji untuk memindahkan Kedubes AS ke Yerusalem yang berarti mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.

Meski tidak disinggung dalam pidatonya, Trump dilaporkan akan tetap menandatangani perintah suspensi per enam bulan untuk menunda kepindahan Kedubes AS ke Yerusalem. Pejabat Gedung Putih menjelaskan bahwa hal tersebut harus dilakukan mengingat butuh waktu beberapa tahun untuk "memboyong" misi diplomatik AS ke Yerusalem.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.