Sukses

Nusron Wahid Sebut Status Tersangka Novanto Berdampak pada Partai

Menurut Nusron, penting bagi kader Partai Golkar menggelar rapat pleno untuk mencari jalan tengah dari masalah yang menimpa Setya Novanto.

Liputan6.com, Jakarta Politikus Partai Golkar, Nusron Wahid, tak menampik, penetapan tersangka terhadap Setya Novanto akan berdampak pada soliditas internal partainya.

Menurut dia, ada atau tidak adanya kasus, partai berlambang pohon beringin itu kerap kali diterpa sejumlah masalah.

"Tidak ada kasus seperti ini pun dinamikanya tinggi. Golkar ini seperti lautan yang ombaknya selalu besar. Tidak ada kejadian saja selalu ada ombak, kadang ombaknya pun diciptakan, apalagi ada kasus seperti ini," ungkap Nusron di kediaman Novanto, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 17 Juli 2017.

Nusron mencontohkan, partainya berbeda dengan partai lainnya dalam hal penyelesaian masalah internal.

"Kalau di Golkar elemennya banyak, variasinya banyak, berbeda-beda merasa dirinya sebagai orang yang merdeka semua," ucap dia.

Oleh karena itu, penting bagi kader partainya menggelar rapat pleno untuk mencari jalan tengah dari permasalahan yang menimpa Ketua Umum Setya Novanto. Apalagi, kata dia, ada banyak agenda politik untuk segera dijalankan. Misalnya Pilkada 2018 dan Pemilihan Legislatif 2019.

"Kesamaan visi, memastikan agenda politik tetap berjalan tidak boleh dihentikan sesaat, persiapan pilkada, persiapan pileg enggak boleh terganggu," tandas Nusron.

KPK menetapkan Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP Senin malam, 17 Juli 2017.

"Setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan Negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin 17 Juli 2017.

Agus mengungkapkan, Novanto diduga merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Setya Novanto sebelumnya tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi e-KTP.

Novanto menegaskan, tidak pernah bertemu Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong. Dia juga dengan tegas mengatakan, tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP.

"Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.


Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.