Sukses

Menanti Sengatan Kedua KPK di Kasus E-KTP

Tak hanya 37 nama besar yang diduga terima uang proyek e-KTP, KPK sebut jumlah itu akan bertambah drastis. Sengatan kedua KPK itu ditunggu.

Liputan6.com, Jakarta - Persidangan perdana kasus e-KTP yang berlangsung di PN Tipikor, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017 menjadi momen paling ditunggu. Publik penasaran atas janji Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyatakan akan ada nama-nama besar bakal disebutkan dalam dakwaan.

Agus menegaskan, publik akan terkejut lantaran nama-nama besar yang diduga menerima aliran dana e-KTP itu jumlahnya bejibun. Hingga ia pun khawatir kondisi perpolitikan nasional akan sedikit terguncang.

"Nanti Anda tunggu. Kalau Anda mendengarkan dakwaan dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar ya, karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali," ujar Agus di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat 3 Maret 2017 sore.

Dalam persidangan, Irman dan Sugiharto duduk di kursi pesakitan terkait kasus e-KTP yang menurut BPKP, merugikan negara Rp 2,3 triliun. Kedua terdakwa itu merupakan bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri.

Saat membacakan dakwaan, Jaksa KPK mengungkapkan ada 37 nama besar yang turut menikmati uang negara dari kasus ini. Mereka yang disebut berasal dari berbagai kalangan seperti anggota DPR, pejabat di Kemendagri, pengusaha pemenang proyek, dan partai politik.

Usai nama-nama itu terkuak, orang tersebut ramai-ramai membuat pernyataan. Satu per satu dari mereka menyanggah terlibat dalam kasus proyek yang menelan anggaran Rp 5,7 triliun.

Namun bagi KPK, sikap yang ditunjukkan mereka merupakan hal yang lumrah. Selama 13 tahun lembaga antirasuah ini berdiri, bantahan dari pihak yang disebut dalam dakwaan sudah sering terjadi.

"KPK enggak tertentu dari bantahan tersebut. Karena dalam bangun konstruksi dakwaan berdasarkan informasi dan bukti awal yang dimiliki oleh KPK," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017).

Untuk itu, tak ada alasan pihaknya untuk mundur langkah. Sebagai penegak hukum, KPK akan tetap menjalankan kewenangannya memberantas korupsi. "Kita lakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu sudah kami lakukan kalau ada fakta hukum, tentu akan kami dalami lebih lanjut," tegas Febri.

Hal senada ditegaskan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Semua nama yang disebut seseorang itu nantinya akan diproses. "Kalau disebut lalu dibenarkan oleh sumber yang lain baru diproses. Makanya akan banyak orang-orang yang akan dimintai keterangan dalam kasus e-KTP ini," imbuh Saut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kian Menyengat

Usai gebrakan dengan mengungkap 37 nama-nama besar dalam kasus e-KTP, KPK akan kembali membuat orang tersengat. Mereka yang diduga menikmati aliran dana haram itu disebutkan akan semakin bertambah jumlahnya secara drastis.

"Untuk selanjutnya, kami ungkap pihak yang turut terlibat secara rinci yang totalnya mencapai 70 orang. 37 nama itu memang di dakwaan belum disampaikan, itu bagian dari 70-an nama (yang terlibat)," kata Febri di Gedung KPK Jakarta Selatan, Kamis 9 Maret 2017.

Dari 70 nama yang terlibat, ungkap Febri, di antaranya terdiri dari 5 korporasi, unsur pimpinan banggar, anggota Komisi II DPR RI, Pimpinan Fraksi, dua Kapoksi (Ketua Kelompok Fraksi), dan panitia pengadaan.

"Mereka menerima sejumlah uang menurut porsi posisinya masing-masing. Nanti di sidang, satu per satu akan dibuka pihak-pihak yang menerima uang," kata Febri.

Dia menambahkan, dua terdakwa, Irman dan Sugiharto adalah simpul utama dalam kasus ini. Keduanya dinilai memiliki peran sangat signifikan dalam memuluskan aksi tersebut.

"Relasi dari kedua terdakwa ini yang paling signifikan adalah relasinya dengan para pimpinan fraksi, pimpinan banggar, maupun pimpinan lain di Komisi II. Diduga yang berperan adalah pihak dan simpul utama di sana," ujar Febri .

Dia menegaskan KPK akan terus mengembangkan kasus ini. Tak hanya berhenti kepada dua terdakwa saja.

"Persoalan siapa yang menangani, itu menjadi persoalan kedua terkait strategi pengungkapan. Dalam kasus korupsi itu kan pelakunya banyak, dari aktor utama hingga pelaksana, mulai dari yang menerima 20 juta hingga lebih dari jutaan dollar," Febri melanjutkan.

3 dari 3 halaman

E-KTP Bukan Korupsi

Ketua Umum PBNU Said Aqil Sirodj angkat bicara terkait cawe-cawe uang rakyat dalam kasus e-KTP. Menurut dia, kasus yang melibatkan puluhan nama besar itu sangat memalukan. Pasalnya anggaran e-KTP yang seharusnya untuk membangun manajemen justru dijarah.

"Nilainya triliunan ini bukan korupsi lagi, tetapi garong, maling," ujar Said Aqil di Yogyakarta, Jumat 10 Maret 2017.

Menurut dia, kejadian ini menjadi indikasi ketidakberhasilan parpol memberikan pendidikan politik yang benar. Ia mendukung langkah KPK untuk mengungkap kasus yang diduga melibatkan anggota dewan ini.

Said Aqil tidak menampik jika kasus ini dibuka, akan menimbulkan gejolak di pemerintahan. "Kalau pemerintahan mau bersih, ya harus dibereskan semuanya," ucap Said Aqil.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengakui kasus e-KTP ini akan berimbas pada kegaduhan. Namun ia berharap kegaduhan ini tidak mengganggu kinerja pemerintah ataupun masyarakat.

"(Kasus e-KTP) Oh iya gaduh. (Tapi) Gaduh atau tidak gaduh itu tergantung dari masyarakat. Jadi kalaupun ada kegaduhan, jangan sampai mengganggu terkait mekanisme kerja yang sudah terjalin antara pemerintah dan DPR. Intinya jangan sampai berlebihan," kata Wiranto di gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis 9 Maret 2017.

Selain itu, dia mengimbau masyarakat Indonesia agar tetap tenang dan mempercayakan penyelesaian permasalahan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengadilan.

"Biarkan ini berjalan berdasarkan prosedur yang berlaku dan secara profesional. Apalagi ini sudah ditangani oleh lembaga negara yang telah dipercayai oleh masyarakat untuk menyelesaikannya," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.