Sukses

Sikap Nyinyir Haters di Media Sosial, Apakah Gangguan Mental?

Psikolog klinis Dr. M.M. Nilam Widyarini, M.Si menjelaskan detail soal perilaku haters yang tak kenal belas kasihan di media sosial.

Liputan6.com, Jakarta Pernahkah Anda berpikir, mengapa banyak haters berkeliaran di media sosial? Begitu mudahnya orang menebar kebencian, melontarkan ujaran kebencian, menyerang orang yang tak disukainya, sampai menindas atau membully orang dengan bertubi-tubi. 

Mencibir, melecehkan, menghujat, dan bertindak agresif di dunia maya seolah jadi kebanggaan tak tertandingi buat mereka, kaum haters. Apalagi kalau pihak yang diserang sampai menderita, menutup kolom komentar, bahkan mengganti akun media sosialnya.

Kadang kita bertanya di dalam hati, mengapa haters terkesan seperti tidak bekerja karena memiliki banyak waktu luang untuk nyinyir di media sosial. Apakah mereka yang hobi menindas dan menghujat di medsos, dapat dikategorikan memiliki gangguan mental?

Psikolog klinis Dr. M.M. Nilam Widyarini, M.Si bakal menjelaskan secara gamblang perilaku haters yang tak kenal takut saat di medsos.

"Mereka yang menindas, menghujat, dan melecehkan orang lain di dunia maya, menurut saya ada beberapa kemungkinan penyebab. Seperti halnya perilaku agresi pada umumnya, ada 2 jenis agresi: agresi instrumental dan agresi karena kemarahan," terang Nilam saat dihubungi Health-Liputan6.com, Selasa (23/1/2018).

 

Simak juga video menarik berikut :

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Apa target pelaku cyber bullying?

Hadirnya Internet melahirkan media sosial yang fungsi dasarnya untuk bisa berbagi, berpendapat, dan menyampaikan ide. Namun, makin ke sini, sisi gelapnya muncul yaitu haters dengan perilaku menindas dari Internet trolls. 

"Cyber bullying merupakan bentuk perilaku agresi juga. Pertama, ada yang melakukannya demi target tertentu, misalnya untuk mendukung kepentingan kelompok (politik, agama, dan lainnya)," jawab Nilam.

"Kedua, ada pula yang melakukannya karena emosi marah terhadap orang atau situasi yang ada, yang kemudian dilampiaskan ke di dunia maya. Tentu saja, ada pula yang melakukan cyber bullying dengan 2 alasan sekaligus, target dan luapan rasa marah," sambung doktor jebolan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada tersebut.

 

 

3 dari 4 halaman

Tak mampu mengembangkan empati

Nilam melanjutkan bahwa mereka yang punya 'hobi' menindas, menghujat, dan melecehkan telah memiliki kesiapan mental tersendiri.

"Orang itu menyimpan skrip (kesiapan bertindak) agresi (menindas, menghujat, dan melecehkan). Hal ini mungkin karena pelaku memiliki riwayat sebagai korban kekerasan dan selama ini memendam amarah. Mereka melakukan bullying sebagai pelampiasan," kata Nilam.

Tak hanya itu, haters bisa jadi memiliki manfaat atas apa yang dia lakukan.

"Mungkin juga karena mereka mendapatkan manfaat dari tindakan bullying yang mereka lakukan. Ia terdorong mengulang kembali untuk mendapatkan manfaat yang sama. Artinya, mereka terikat pada kebiasaan yang berpusat pada kepentingan atau perasaan sendiri, dan tidak mampu mengembangkan empati terhadap orang lain," ucap Ketua Program Magister Psikologi Profesi di Universitas Gunadarma ini.

 

 

4 dari 4 halaman

Apa iya haters adalah ekspresi gangguan mental?

Penulis buku Relasi Orangtua dan Anak, Kunci Pengembangan Diri, dan Membangun Hubungan Antar Manusia itu menyatakan jika haters dapat disebut alami gangguan mental, dengan catatan.

"Apakah berarti mereka mengalami kelainan mental? Mereka dapat dikatakan mengalami kelainan mental, bila melakukannya di luar kontrol kesadaran, kemudian dibarengi dengan delusi dan halusinasi," ungkap Nilam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.