Sukses

BPJS Kesehatan Tanggapi Isu Sadis di Medsos

Dalam keterangan tersebut, BPJS Kesehatan disebut lebih sadis dari pajak karena ada beberapa sistem yang seolah "memaksa".

Liputan6.com, Jakarta Sebuah informasi terkait peraturan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi viral. Dalam keterangan tersebut, BPJS Kesehatan disebut lebih sadis dari pajak karena ada beberapa sistem yang seolah "memaksa".


Berikut isi pesan tersebut:

BPJS.. lebih sadis dr PAJAK

INFO UNTUK PESERTA BPJS MANDIRI

1. Sistem pembayaran BPJS mandiri mulai September 2016 1 no virtual account berlaku untuk satu keluarga (sesuai jumlah anggota keluarga yang tertera pada KK.

- Bila ada anggota keluarga menunggak, maka keluarga akan terkena dampaknya.


- Peserta diwajibkan membayar BPJS, karena tagihan BPJS dan denda tetap berjalan mesti kartu BPJS tidak aktif. Jadi jangan kaget kalau cek tagihan bisa sampai jutaan. Digunakan atau tidak BPJS, tetap wajib bayar.

- Jumlah bulan tertunggak maksimal 12 (dua belas) bulan.


- Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).


- Tagihan BPJS akan berhenti jika meninggal dengan SYARAT melaporkan ke BPJS dan melunasi tunggakan jika ada.

2. Perpres RI Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa, kepesertaan Jaminan Kesehatan BERSIFAT WAJIB dan mencakup seluruh penduduk Indonesia sehingga TIDAK ADA proses penghentian keanggotaan JKN. Peserta HANYA BISA berhenti ketika data kematian atau meninggalnya peserta BPJS dilaporan dan masuk data base BPJS.

3. Sanksi bagi yang tidak memiliki BPJS tidak akan mendapat layanan publik. Lihat Peraturan Presiden no 86 tahun 2013 pasal 9. Layanan publik di maksud meliputi:

- SIM

- STNK

- Sertifikat tanah

- Paspor

- IMB


Sanksi akan berlaku 1 JANUARI 2019.

Bantulah share postingan ini agar teman dan keluarga kita mengetahui. Terima kasih

 

Meski pengirim pesan berantai ini tidak jelas, namun menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, hal ini perlu ditanggapi. "Agar ini bisa diedukasi ke publik," ujarnya melalui pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Senin (17/10/2016).

Berikut tanggapan BPJS Kesehatan:

1. Apa benar BPJS Kesehatan lebih sadis dari pajak?

Kalau kita lihat iuran BPJS Kesehatan kelas 3, tidak sampai Rp1.000 per hari. Bahkan untuk kelas 1, tidak sampai Rp3.000 per hari. Bandingkan dengan harga rokok yang diisap perokok per hari.

2. Uangnya yang tidak sampai Rp1.000 sehari atau tidak sampai Rp3.000 per hari, pasti ditanyakan kemana hilangnya?

Ternyata tidak hilang, karena uangnya dipakai saudara kita yang sedang sakit pada saat kita tidak menggunakannya. Jadi ada gotong royong saling bantu yang sehat bantu yang sedang sakit.

Bandingkan dengan rokok sehari bisa lebih dari Rp3.000. Uangnya kemana, habis saja terbakar, nikmat sesaat namun kemudian membuat sakit kemudian hari.

3. Apa iya memberatkan saat membayar?

Iya, terasa berat kalau menunggak. Untuk itu, disiplin membayar sangat penting. Sisihkan Rp1.000 per hari. Tidak terasa sebulan sudah ada uang Rp30.000. Jadi tidak terasa berat.

4. Kenapa harus denda?

Ini yang salah. BPJS Kesehatan sekarang tidak ada denda iuran. Namun kalau menunggak, harus bayar semua tunggakan, kalau akan menggunakan rawat jalan. Ini wajar ya, mana ada masyarakat yang masuk kategori mampu mau dilayani namun tidak bayar iuran.

5. Kalau tidak mampu, bagaimana?

Sederhana, pasti yang tidak mampu sudah ada di data Kementerian Sosial. Karena saat ini, ada 92,4 juta yang terdata sebagai peserta miskin tidak mampu. Kalau saya enggak mau, ah masuk kelompok itu kalau benar-benar tidak miskin. Nanti Tuhan marah dan jadi miskin beneran.

6. Kenapa ada sanksi?

Iya, undang-undangnya begitu. Karena apa? karena negara ingin menjalankan sungguh-sungguh dasar negara kita yang berlandaskan Pancasila. Gotong royong adalah soko gurunya. Yang sehat dan mampu wajib bergotong royong, membantu yang sakit dan tidak mampu.

Sebelumnya, di Maret 2016 lalu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 19/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, Juncto Peraturan Presiden 28/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam peraturan terbaru ini dibahas mengenai mekanisme denda, aturan wajib kepersertaan dan pemberhentian sementara penjaminan peserta apabila peserta menunggak membayar iuran setiap bulan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.