Sukses

Lee Kuan Yew: Alergi Kritik Tapi Singapura Minim Korupsi (3)

Singapura punya Internal Security Act (ISA). UU ini sudah berlaku jauh sebelum Lee berkuasa, yaitu 1948.

Liputan6.com, Jakarta - Buat seorang Lee Kuan Yew, stabilitas politik adalah prioritas nomor wahid. Tanpa stabilitas, jangan harap roda perekonomian bakal bergulir mulus.

Sosok yang membangun Singapura itu kondang dengan ucapannya, "Siapa tetangga Anda, bagaimana Anda menjalani hidup, seperti apa kebisingan yang Anda buat, bagaimana Anda meludah, atau apa bahasa yang Anda gunakan. Kami memutuskan apa yang benar. Tak usah peduli pikiran orang lain."

Singapura punya Internal Security Act (ISA). UU ini memang sudah berlaku jauh sebelum Lee berkuasa, yaitu 1948. UU ini dibuat untuk mencegah berkembangnya paham komunis di negara-kota yang saat itu dikuasai Inggris. Pria kelahiran 16 September 1923 itu mewarisi dan melanggengkannya.

Dengan UU ini, seseorang yang dianggap membuat kegaduhan politik bisa ditahan dalam jangka waktu lama, tanpa proses pengadilan. Tokoh oposisi, Chia Thye Poh, misalnya, ditahan selama 23 tahun. Berkumpul untuk membicarakan politik tanpa izin juga merupakan tindak pidana.

Senafas dengan itu, kehidupan pers juga diawasi ketat. Dalam catatan Reporters Without Borders, Singapura menduduki peringkat ke-149, dari 179 negara yang dipantau, terkait kebebasan pers dalam laporan yang dirilis Mei 2013 lalu.

Pada 1974, Lee menerbitkan Newspaper and Printing Presses Act. UU ini melarang koran atau majalah terbit tanpa izin. Ini semacam Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) di masa Orde Baru.

Lebih jauh, ada aturan tegas soal pengaturan pengalihan saham media massa. Saham hanya bisa dialihkan ke pihak-pihak yang disetujui pemerintah.



Pers Singapura terbiasa melakukan self-censorship, sebagian karena jeri dengan ISA yang melarang publikasi yang dianggap memicu kekerasan, menimbulkan ketegangan antar agama dan golongan, serta mengancam kepentingan nasional dan ketertiban umum.

Surat kabar utama di sana adalah The Straits Times, yang terbit di bawah bendera Singapore Press Holdings (SPH). Komisaris utama grup ini adalah Lee Boon Yang, politisi senior partai yang didirikan Lee Kuan Yew, People's Action Party (PAP).

Terhadap media asing, Lee juga mewariskan pengawasan yang ketat. Tak bisa menutup, pemerintah Singapura bisa membatasi peredarannya. Atau, menggugat ke pengadilan jika dirasakan membuat berita atau opini meresahkan.

Jurnalis kawakan The Washington Post, David Ignatius, berkesempatan bertanya ke Lee soal kebebasan pers pada 2002. Belum lama berselang dari wawancara itu, Bloomberg digugat. Pemicunya, Bloombers memuat kolom Patrick Smith yang menulis bahwa Lee melakukan nepotisme karena menempatkan menantunya sebagai pimpinan di Temasek, BUMN terbesar Singapura.

Bloomberg mengaku bersalah. Lembaga pers itu meminta maaf dan membayar ganti rugi.

David Ignatius pun bertanya: mengapa Anda  tipis kuping? Kalau George H.W Bush disebut berlaku nepotis karena membuat anaknya, George W. Bush, menjadi presiden AS, paling ia hanya tertawa. Mengapa reaksi Lee begitu keras?

"Itu berbeda," jawab Lee. "Semua orang tahu bahwa jika orang lain meragukan integritas kita, kita harus membersihkan nama baik kami. Bagaimana bisa tidak?" lanjutnya.

"Jika seorang Patrick Smith dibiarkan, puluhan Patrick Smith lain akan datang," ujar Lee. Kalau dibiarkan, pemerintah Singapura bakal dibanjiri fitnah.

Lee tak omong kosong soal integritas para pejabat Singapura. Negara itu selalu masuk kategori negara paling tidak korup versi Transparency International. Menurut TI, untuk 2012, Singapura menjadi negara dengan indeks persepsi korupsi paling baik di Asia Tenggara, dengan skor 87 (skala 0-100) dan menempati posisi lima besar sejagat dari 176 negara.

Indonesia? Kita berada di urutan 118 dengan skor 32. Jadi, Singapura dan Lee Kuan Yew selalu membuat pengamat berada dalam kebimbangan: tidak demokratis tapi bersih, minim korupsi namun cenderung otoriter.

Lee dikritik tapi rasa hormat senantiasa tak pernah sirna untuknya. (Yus)


Baca juga: Lee Kuan Yew: Menikah Diam-diam Sampai Memerdekakan Singapura (2)




* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini