Sukses

Warga Korea Antusias 'Serbu' Kelas Belajar Gamelan Jawa

Kursus gamelan Jawa bagi warga Korea angkatan pertama ini awalnya hanya dibuka satu kelas. Tapi jumlah siswa membludak dan dibagi dua.

Liputan6.com, Seoul - Antusiasme warga Korsel untuk belajar menabuh gamelan Jawa sepertinya tak terbendung. Terbukti dari kelas yang disediakan sempat tidak muat.

Pembukaan kelas gamelan Jawa di halaman KBRI Seoul 17 September 2017 untuk warga negeri kimchi itu pun berlangsung meriah. Selain dihadiri oleh puluhan calon peserta, kelas alat musik khas Tanah Air itu, juga kedatangan para Indonesianis dan alumnus penerima beasiswa Darmasiswa serta seni budaya.

Acara yang digelar pada Minggu sore tersebut dimeriahkan oleh grup gamelan dan tari Laras Garis asuhan ki Sugiharto. Selain itu, ada juga kelompok reog Singo Mudho Korea yang dimotori oleh para pekerja Indonesia di Korea.

Dalam sambutannya, Dubes Umar Hadi menerangkan filosofi dari gamelan yang merupakan esensi dari kehidupan yang harmonis. Menurutnya, irama musik gamelan yang bersahutan dengan teratur merupakan sebuah cita-cita kehidupan manusia, yakni saling mengisi dan bersinergi.

"Gamelan yang dimainkan oleh orang asing juga merupakan sebuah fenomena pertemuan budaya. Saya berharap, gamelan juga bisa memperkaya budaya dunia," ujarnya melalui keterangan tertulis yang Liputan6.com terima pada Selasa (19/9/2017).

Warga Korea Selatan antusias belajar gamelan Jawa. (Dokumentasi KBRI Seoul)

Kursus gamelan Jawa bagi warga Korea angkatan pertama, awalnya hanya dibuka untuk satu kelas saja. Namun karena yang mendaftar mencapai 39 warga setempat, maka dibuat dua kelas sekaligus.

Mereka akan berlatih setiap hari Sabtu di KBRI Seoul dibawah asuhan ki Sugiharto.

Dua bulan lalu, grup Laras Garis yang terdiri dari warga Indonesia dan Korea Selatan telah mampu mengoptimalkan gamelan Jawa yang ada di KBRI. Grup inilah yang kemudian memacu banyak warga Korsel untuk belajar gamelan.

Di masa mendatang, KBRI Seoul ingin menyelenggarakan festival gamelan di Korsel. Di sana terdapat beberapa universitas dan kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki gamelan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gamelan di Amerika

Gamelan ternyata juga menjadi magnet di Amerika Serikat. Berbekal mimpi melestarikan kebudayaan Bali dan memperkenalkannya di sana, Kompiang Metri Davies, diaspora Indonesia yang tinggal di San Francisco mendirikan kelompok gamelan dan tari 'Gadung Kasturi'.

Untuk mewujudkan impiannya tersebut, Kompiang yang sudah mulai menari sejak usia 5 tahun akhirnya membeli peralatan gamelan. Lalu pada 2007 ia mendirikan kelompok 'Gadung Kasturi'.

Dibantu Carla Fabrizio dan Paul Miller, pemain gamelan di San Francisco Bay Area, mereka mengumpulkan musisi untuk menjadi anggota dan berlatih setiap Minggu siang di rumah Kompiang di Richmond.

"Sejak kecil saya sudah ingin punya gamelan, saya nggak dikasih sekolah tari oleh orang tua, nggak boleh. Saya datang ke sini (Amerika), ingin punya gamelan sendiri, dan akhirnya tahun 2007 baru bisa dicapai impiannya," tutur Kompiang seperti dikutip dari VOA News pada 27 Desember 2017.

Kebanyakan anggota 'Gadung Kasturi' adalah warga Amerika yang telah lama mengenal gamelan. Salah satu anggotanya, Zachary Hejny, yang menempuh pendidikan pasca sarjananya di Institut Seni Indonesia, Denpasar -- sudah menjadi anggota sejak tahun 2009.

"Saya menikmati bermain (gamelan) bersama kelompok ini karena saya bisa belajar budaya Indonesia dan bergabung dengan komunitas artis yang luar biasa ini," ucap Zach.

'Gadung Kasturi' yang fokus memainkan musik Bali klasik ini telah tampil di berbagai festival budaya di San Francisco.

Salah satu anggota lainnya, Lydia Martin, mengatakan kelompok gamelan 'Gadung Kasturi' adalah salah satu wadah tradisional di mana kita bisa datang dan menggarap musik dan lagu tradisional. "Yang paling menantang tentang memainkan gamelan di Amerika adalah sebagian besar orang-orang di sekitar saya masih belum tahu tentang gamelan," jelasnya.

Keberhasilan Kompiang mempertahankan keberadaan kelompok ini selama hampir 10 tahun tak lepas dari kebersamaan yang diciptakannya.

"Bagi saya kegiatan ini tidak sia-sia, ada teman main gamelan setiap hari Minggu, karena saya janji waktu saya mau membentuk grup ini, saya janji, you come play music, I’ll cook you lunch. Makan sama-sama itu senang lho, rame-rame walaupun sedikit, sederhana, tapi enak gitu, kayak keluarga gitu," tuturnya.

Carla Fabrizio, yang juga ikut mendirikan dan melatih gamelan mengaku senang bermain di kelompok ini. "Saya mendukung apa yang dilakukan Kompiang, karena ia teman saya dan saya ingin membantunya mewujudkan cita-citanya," tambahnya.

Kompiang sendiri yang mendanai semua keperluan operasional kelompok ini. "Tidak ada bayaran bulanan, tidak ada iuran," kata Kompiang.

Namun Kompiang bercita-cita membawa guru musik dari Bali. Mereka pun mengumpulkan dana melalui pertunjukan-pertunjukan yang disertai makan malam dengan menu khas Bali, agar niat mulia itu tercapai.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.