Sukses

Reformasi dan Ratusan Penjarah Hangus Terpanggang

Onggokan ratusan mayat penjarah yang terpanggang di gedung-gedung yang dibakar ditemukan pascakerusuhan 13-14 Mei 1998 di Jakarta. Tarik ulur kekuasaan lewat BBM dan televisi pool.

Liputan6.com, Jakarta: Bau asap yang mengepul sisa kebakaran gedung-gedung di Ibu Kota, masih menyengat tajam dan jalan-jalan masih lengang. Begitulah gambaran situasi Jakarta, Jumat (15/5) pagi, tepat empat tahun silam, menyusul aksi penjarahan dan pembakaran yang memorak-porandakan Jakarta. Namun kota ini seakan menangis menyayat ketika paling sedikit 250 onggokan mayat ditemukan terpanggang di sejumlah gedung yang hangus dibakar pasca-amuk massa dua hari sebelumnya, 13 dan 14 Mei 1998. Ratusan korban reformasi ini dianggap sebagai perusuh dan penjarah yang terjebak kebakaran hebat. Di Yogya Departemen Store, Klender, Jakarta Timur, misalnya.

Dari pagi hingga malam, tampak wajah-wajah murung atau gelisah karena kehilangan anggota keluarga, di kamar mayat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Ironisnya, mereka harus mengais-ngais bagian yang tersisa untuk mengidentifikasi bila anggota keluarga yang menjadi korban. Namun, yang dapat dikenali hanya berjumlah hitungan jari belaka. Kisah sedih serta ratapan dari sejumlah warga yang kehilangan anggota keluarganya terdengar di mana-mana. Itu tidaklah aneh. Soalnya, tim relawan sempat mencatat bahwa kerusuhan besar Mei 1998 paling tidak menyebabkan 1.190 jiwa melayang.

Kondisi Ibu Kota sendiri hampir lengang dan compang-camping. Trauma amuk massa masih menghantui sebagian besar warganya. Ketakutan masyarakat ini disikapi positif aparat keamanan. Mereka pun bersikap lebih tegas terhadap para penjarah. Buktinya, ratusan orang yang mayoritas remaja digiring ke kantor-kantor polisi terdekat untuk dimintai pertanggungjawabannya. Dari tangan mereka, polisi menyita sejumlah barang jarahan bernilai ratusan juta rupiah.

Kerusuhan tak hanya melanda Jakarta, sejumlah daerah di Tanah Air seperti Solo, Jawa Tengah dan Palembang, Sumatra Selatan, juga diterjang amuk massa. Kondisi keamanan dan ketertiban di Indonesia yang tak terduga dalam dua hari terakhir membuat Presiden Soeharto mempercepat kepulangannya ke Tanah Air. Saat itu, penguasa Orde Baru ini tengah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-15 di Kairo, Mesir.

Saat itu juga pemerintahan Soeharto membuat sebuah keputusan penting di hadapan DPR: membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak. Keputusan ini diumumkan pula oleh Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto melalui Stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang di-relay seluruh televisi swasta.

Kendati demikian, Presiden Soeharto seakan masih tetap berupaya menegakkan kekuasaannya. Buktinya, kabinet pemerintahan memutuskan penyelenggaraan penyiaran melalui Televisi Pool. Saat itulah seluruh stasiun televisi swasta yang ada, diwajibkan mengkoordinasikan peliputannya dengan TVRI agar sesuai keinginan pemerintah. Maka tak heran, terhitung 15 Mei 1998, materi pemberitaan televisi seragam dan harus berlogo TVRI. Tak ada lagi suara-suara kritis dan kontrol yang muncul di pemberitaan televisi. Hilang pula pemberitaan tentang demonstrasi mahasiswa yang menginginkan reformasi dan Sidang Istimewa MPR. Perjuangan reformasi masih merangkak.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.