Sukses

Pertamina Duga Momen Pilkada Bikin Premium Langka

BPH Migas mengungkap penyebab kesulitan masyarakat di sejumlah daerah untuk memperoleh BBM jenis Premium.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) angkat bicara mengenai kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium di sejumlah daerah. Ada beberapa penyebab BBM langka salah satunya karena faktor politik.

Direktur Pemasaran Korporat dan Retail Pertamina ‎M Iskandar menyatakan, untuk di Jawa, karena tidak dalam masuk dalam wilayah penugasan maka tidak bisa disebut mengalami kelangkaan BBM.

Alasannya, Pertamina memang tidak diwajibkan untuk menyalurkan BBM jenis Premium di wilayah Jawa, Madura dan Bali. 

"Tidak ada kelangkaan. Memang di Jawa tidak ada kewajiban Pertamina jual Premium," kata Iskandar, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (12/3/2018).

Terkait dengan kelangkaan yang terjadi di Wilayah Riau dan Lampung, Iskandar menyebut, hal tersebut bisa terjadi karena faktor politik. Ada dugaan permainan oknum menjelang ‎pemilihan kepala daerah di wilayah terebut.

"Untuk di Riau mungkin politik, mau Pilkada," ujarnya.

Vice President Retail Fuel Marketing PT Pertamina (Persero) Jumali mengakui, salah satu calon kepala daerah di Riau memang memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). 

‎"Ini mau ada Pilkada, kebetulan salah satu calon itu memang punya SPBU. Saya tidak tahu apakah dihubungkan itu atau enggak ," tuturnya.

Terkait dengan sanksi SPBU‎ yang tidak menjual Premium, Jumali menyerahkan kepada Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), selaku regulator yang mengatur penyaluran BBM penugasan dan bersubsidi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dugaan BPH Migas

Sebelumnya, BPH Migas mengungkap penyebab kesulitan masyarakat di sejumlah daerah untuk memperoleh BBM jenis Premium.

Anggota Komite BPH Migas, Hendry Ahmad, mengatakan, BPH Migas terjun ke lapangan menyikapi keluhan masyarakat yang mengalami kesulitan dalam memperoleh Premium di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Dari kegiatan tersebut ditemukan dua indikasi penyebab kesulitan masyarakat ‎mendapatkan Premium. Pertama, aksi pengitiran atau mengurangi pasokan Premium yang dilakukan PT Pertamina (Persero) agar kuotanya cukup hingga akhir tahun.

"Indikasi di lapangan, ada dua mereka kurangi pasokan supaya cukup," kata Hendry, di Kantor BPH Migas, Jakarta, pada 7 Maret 2018.

Hendry melanjutkan, indikasi kedua adalah pengu‎saha SPBU yang lebih memilih menjual BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Pertamax ketimbang Premium.

Ini karena keuntungan jauh lebih besar. Kondisi ini membuat ketersediaan Premium di SPBU minim sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan Premium.

‎"Kedua karena SPBU sendiri, margin Premium lebih kecil dibanding Pertamax Pertalite. Premium Rp 280 per liter, Pertamax Pertaite Rp 400 per liter, karena margin lebih besar ‎dari Premium mereka menebus Pertalite saja," papar dia.

Hendry pun meminta ke Pertamina untuk tidak menahan penyaluran Premium. Lantaran, kuota Premium untuk wilayah luar Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) yang ditetapkan tahun ini sebesar 7,5 juta kiloliter (kl) lebih tinggi ketimbang realisasi konsumsi Premium pada tahun lalu sebesar 7 juta kl.

‎"Di 2017 kuota ditetapkan di luar Jamali dikenal dengan khusus penugasan 12,5 juta kl realisasi 7 juta. 2018 ditetapkan kuota premium tersebut di luar wilayah Jamali sejumlah 7,5 juta kl. Dari kuota yang ditetapkan, kami minta ke Pertamina jangan sampai ada pengitiran lagi," kata dia.

3 dari 3 halaman

Saran untuk Pertamina

 

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, BPH Migas tidak melarang‎ Pertamina mendorong masyarakat mengonsumsi Pertalite. Namun, seharusnya Premium tetap disalurkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

"Dia ganti awalnya minta jual Pertalite, kami boleh jual Pertalite, tapi enggak harusnya Premium jadi Pertalite. Pertamina tahu kok, kan SPBU juga punya mereka," ujarnya.

Fanshurullah mengungkapkan, pada tahun ini kuota BBM jenis tertentu atau subsidi ditetapkan ‎15,98 juta kiloliter (kl). Terdiri dari solar subsidi 15,37 juta kl dan kerosein 610 ribu kl.

Untuk BBM jenis penugasan atau Premium penugasan tahun ini alokasinya 7,5 juta kl, lebih tinggi dari usulan Pertamina 5,46 juta kl.

‎"Pertamina cuma ajuin 4 juta, kami maunya 7,5 juta. Kami instruksikan Pertamina untuk tetap jual Premium," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.